BUIH

by 10.30 0 komentar
Coba bayangkan buih di lautan? Anda tahu bagaimana bukan? Buih yang tak terhitung volumenya itu digerakkan ombak tanpa tahu arah, yang buih tahu hanya menyambar mendekati pasir putih dan setelah itu ditarik kembali menjauh dari pasir putih, bak memiliki magnet untuk pergi menjauh. Anda tahu buih? Coba anda bayangkan bagaimana ia datang menerpa dibawa desiran ombak, mengikut saja. Tanpa tahu arah. Tanpa tahu arah.
Apa makna dari segelintir kutipan diatas? Maaf ini pertanyaan kuno. Tapi coba baca lagi jika anda belum memahami.
Kalaulah anda memahami, buih itu ialah  sebagian besar dari kita saat ini. Ialah kita di jaman modern ini. Buih itu sebagian besar dari kita di jaman yang katanya revolusi ini.  Mengapa buih? Karena buih yang volumenya tidak terhitung bagaikan sebagian besar jumlah dari kita yang begitu banyak di era pertumbuhan penduduk saat ini. Buih diam saja digerakkan ombak, mencicipi pasir putih sesaat. Sama seperti kita yang kebanyakan dari kita apatis digerakkan oleh sistem maupun kebijakan,
dan tanpa disadari hanya mencicipi manfaat yang sangat sedikit. Kita digerakkan, tanpa tahu kemana arahnya. Sama, seperti sistem kita yang hanya terus melakukan pergerakan namun tanpa tahu dimana arahnya. Tanpa tahu dimana kita akan pulang, menikmati kenyamanan tanpa harus letih digerakkan mundur oleh ombak.
Ini nyata. Sistem yang menggerakkan kita, kebijakan yang mengandalikan kita. Bukankah seharusnya tidak begitu? Harusnya kitalah dengan segala potensi yang kita miliki yang mampu mengendalikan semua itu. Betapa sistem silih berganti dengan namun apa hasilnya? Hanya modernisasi belaka. Tanpa disadari sama sekali tidak ada efek baiknya untuk kita. Bahkan tidak ada kemajuan. Mengapa bisa demikian? Kalaulah kita sadari, sedari sistem atau kebijakan itu diadakan ya diadakan begitu saja hanya dengan mendapat stempel “Unresponsive” dari sebagian besar pihak, bahkan tidak mendapat solusi dan kritik membangun akan tindakan itu. Sehingga sistem atau kebijakan akan tumbuh tanpa kemajuan dan menjadi benda mati formalitas belaka. Sadarkah kita semua akan itu?
Untuk itu kita sebagai salah satu motor penggerak perubahan, hendaknya jangan bersikap hanya menerima, terus menerima, namun kita perlu menyeleksi serta mengkritisi akan sistem itu. Mencangkup kontennya, tujuannya, fungsinya, kelebihan serta kekurangan. Tidak penting siapa yang turut berperan aktif merumuskan suatu sistem tersebut. Karena kalau kita memandang dari sisi subjektif, toh yang membuat kebijakan sama-sama manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Tapi yang perlu di kritisi mengenai apa yang ada dalam sistem itu. Kritis ya harus kritis, karena kalau kita tidak kritis maukah kita seperti buih yang terombang-ambing dibawa ombak kesana-kemari tanpa tahu tujuan? Yang kelak hilang dimakan waktu.

Untuk sebuah kemajuan kecil perlu tindakan dari diri sendiri dahulu. Tidak perlu langsung berlari, namun mulailah dengan langkah kecil saja. Ambil sisi positifnya, dengan berani saja untuk kritis akan sesuatu maka untuk kedepannya suatu sistem akan terkontrol oleh kita. Karena dengan menanggapi sesuatu hal, manfaatnya bukan berarti untuk menjadikan kita sebagai pusat perhatian tapi untuk terciptanya suatu sistem yang baik bagi kemaslahatan banyak orang. (Samarinda 2014)

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar